Perang Merugikan Semua Pihak

2 Samuel 2
Saat seseorang menjadi pemimpin, seharusnya dia memikir- kan kepentingan orang banyak, bukan memikirkan kepentingannya sendiri. Bila pemimpin hanya memikirkan kepenting-
Hasil gambar untuk 12 prajurit Isyboset lawan 12 orang prajurit Daud
annya sendiri, orang-orang yang dipimpin akan mudah menjadi korban. Kisah pertempuran antara pasukan Isyboset di bawah pimpinan Abner dengan pasukan Daud di bawah pimpinan Yoab merupakan perang saudara yang merugikan kedua belah pihak. Semula pertempuran itu sifatnya seperti pertandingan: 12 orang prajurit Isyboset melawan 12 orang prajurit Daud. Akan tetapi, pertempuran itu akhirnya semakin menghebat. Pasukan Isybo- set kalah; tetapi Asael, adik Yoab, tewas di tangan Abner 
(2:19- 23). Abner—yang sadar bahwa perang saudara itu tidak seharusnya terjadi—mengusulkan gencatan senjata, dan tawaran itu akhirnya diterima oleh Yoab yang belum sadar bahwa adiknya telah tewas.
Perang (dalam skala relatif besar) atau perkelahian (dalam skala relatif kecil) bukanlah cara yang baik untuk menyelesaikan permusuhan karena perang atau perkelahian itu bersifat merusak (merugikan) semua pihak. Di samping perang atau perkelahian secara sik, ada pula perang secara politik, yaitu perebutan kekuasaan legislatif serta kekua- saan eksekutif seperti yang terjadi di Indonesia. Karena perang secara politik ini menghalalkan segala cara, yang terjadi adalah bahwa pihak yang kekuasaannya kalah akan mengganggu tugas pihak yang menang, dan yang menjadi korban adalah rakyat.
Bacaan Alkitab hari ini mengingatkan kita agar saat menghadapi konflik, kita tidak melakukan cara-cara yang destruktif (merusak) yang merugikan semua pihak. Apakah Anda rela mengalah untuk kebaikan bersama saat menghadapi konflik? [P]

2 Samuel 2:26

Berserulah Abner kepada Yoab: “Haruskah pedang makan terus- menerus? Tidak tahukah engkau, bahwa kepahitan datang pada akhirnya? Berapa lama lagi engkau tidak mau mengatakan kepada rakyat itu, supaya mereka berhenti memburu saudara-saudaranya?”

Sumber : http://gkysydney.org/renungan-gema-2016/perang-merugikan-semua-pihak.html

Menantikan Waktu Tuhan

 1 Samuel 23-24
Hal yang lumrah kalau kita geram saat disakiti. Akan tetapi, haruskah kita membalas dendam terhadap mereka yang menyakiti kita? Meskipun Raja Saul mengejar-ngejar dengan
maksud hendak membunuh Daud, Daud tidak menganggap Raja Saul sebagai musuh yang harus disingkirkan. Setelah move on (bangkit) dari keterpurukannya, Daud menganggap bangsa Filistin sebagai musuh Allah yang harus ia perangi. Atas perkenanan Allah, ia berperang di Kehila dan mengalah- kan bangsa Filistin. Akan tetapi, keberadaan Daud terendus oleh Saul, sehingga Daud melarikan diri ke padang gurun Zif. Ternyata selalu ada orang yang melaporkan keberadaan Daud, sehingga Daud harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain, sampai keduanya secara tidak terduga bertemu di kubu gunung En-Gedi. Pertemuan itu terjadi saat Saul hendak mem- buang hajat dan ia masuk ke gua tempat Daud bersembunyi. Para pengikut Daud memberi tahu bahwa inilah saat yang tepat untuk membunuh Saul, tetapi Daud hanya memotong punca (ujung) jubah Saul dan tidak membunuhnya (24:5).
Daud sadar bahwa meskipun Allah telah mengurapinya sebagai raja, ia tidak boleh mendahului rencana Allah untuk memperoleh posisi sebagai raja dengan membunuh Saul yang telah diurapi Allah sebagai raja. Ia menanti waktu yang ditetap- kan Tuhan, sehingga ia memilih untuk membiarkan Saul hidup. Walaupun ada banyak alasan untuk memanfaatkan kesempatan dengan membalas dendam kepada orang yang 
mem tnah dan menyakiti kita, kita harus sadar bahwa membalas dendam tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita harus sabar dan menanti Tuhan bertindak. Percayalah kepada-Nya, karena waktu-Nya adalah yang terbaik bagi kita. [FI]

1 Samuel 23:14

“Maka Daud tinggal di padang gurun, di tempat-tempat perlindungan. Ia tinggal di pegunungan, 
di padang gurun Zif. Dan selama waktu itu Saul mencari dia,
tetapi Allah tidak menyerahkan dia ke dalam tangannya.”

Sumber : http://gkysydney.org/renungan-gema-2016/menantikan-waktu-tuhan.html

Ikut Cara Allah atau Dunia?

Taat beribadah bukanlah jaminan seseorang tidak tergoda dengan tawaran dunia, terutama ketika diperhadapkan pada permasalahan serius seperti tidak dikaruniai anak. Bagi yang ingin jalan pintas, menikah lagi adalah solusi cepat bagi para suami untuk memperoleh keturunan. Cara inilah yang dipakai oleh Elkana, yaitu menikahi Penina ketika Hana tidak kunjung memiliki anak. Meski berpoligami dianggap wajar oleh masyarakat saat itu, tapi hal itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Sejak awal penciptaan, Tuhan tidak merancang dan ti- dak menyetujui perkawinan poligami. Cara dunia yang dipakai Elkana bukan menjadi solusi, melainkan malah menimbulkan permasalahan baru dalam keluarganya. Penina sebagai istri muda yang memiliki keturunan sering menyakiti hati Hana, se- mentara Elkana, meski mencintai Hana, adalah sosok suami yang tidak berdaya mengatasi kon ik rumah tangganya.
Sebaliknya, Hana dalam pergumulannya tetap mencari jawaban doa kepada Tuhan. Nazar Hana untuk menjadikan anak yang akan dilahirkannya sebagai pelayan Tuhan di Kemah Suci, menuntun mereka untuk menyerahkan Samuel kepada Imam Eli ketika Allah pada akhirnya membuka kandungannya. Di luar dugaan, ternyata Tuhan memiliki rencana besar bagi Israel yang akan diwujudkannya melalui pasangan ini. Sayangnya, El- kana terlebih dulu mencari jalan keluar yang ditawarkan dunia, ketimbang percaya akan rancangan terbaik dari Tuhan.
Terkadang kita berlaku seperti Elkana—yang gegabah dalam penantian mencari kehendak Tuhan—dengan memilih cara-cara dunia bagi permasalahan hidup kita. Belajarlah untuk bersabar dan memercayai bahwa ada rancangan Tuhan yang terbaik di tengah segala persoalan hidup kita. [FI]

1 Samuel 2:1b
“Hatiku bersukaria karena TUHAN, tanduk kekuatanku ditinggikan oleh TUHAN; mulutku mencemoohkan musuhku,
sebab aku bersukacita karena pertolongan-Mu.”

Sumber : http://gkysydney.org/renungan-gema-2016/setiap-orang-percaya-adalah-iman.html

Peka Terhadap Dosa

Ketidakberesan seseorang secara rohani akan tercermin dalam tutur kata dan tindakannya yang tidak peka terhadap dosa. Hal ini terlihat jelas dalam diri Raja Saul yang membuat
Hasil gambar untuk perbuatan dosa dalam kristenkeputusan tanpa mencari kehendak Allah. Begitu mendengar terjadinya kegentaran di kemah pasukan Filistin karena Allah, Saul (yang semula berencana meminta petunjuk Tuhan) langsung memimpin peperangan melawan bangsa Filistin untuk membalas dendam (14:18-19). Ia berambisi untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Israel atas dirinya. Ambisi ini mem- buatnya mengucapkan sumpah atau kutukan yang melarang seorang pun makan sesuatu sebelum matahari terbenam tanpa alasan yang jelas (14:24). Hal ini merugikan pasukan Israel dan akhirnya membuat rakyat berbuat dosa (14:33). Ambisi tersebut membuat imam harus mengingatkan Saul untuk meminta petunjuk Allah lebih dulu. Meskipun Saul akhirnya bertanya ke- pada Allah, namun tidak ada kon rmasi dari Allah (14:36b-37).
Karena merasa diri benar dan curiga atas diamnya Allah, Saul meminta imam untuk membuang undi guna menentukan siapa yang salah. Ternyata sumber masalahnya adalah bahwa Yonatan telah meminum madu hutan karena tidak mengetahui sumpah ayahnya. Sekalipun demikian, karena pembelaan rakyat, Yonatan dibebaskan dari hukuman. Akan tetapi, Saul tidak pernah merasa bahwa dirinyalah yang berdosa terhadap Allah.
Orang yang menjauh dari Allah tidak akan peka terhadap dosa. Ia bisa peka terhadap kesalahan orang lain, tetapi tidak peka terhadap diri sendiri. Ia menganggap dirinya baik-baik saja dan benar, sampai kehancuran dirinya. Periksalah kerohanian Anda agar Anda tidak terperosok ke dalam berbagai dosa yang menghancurkan diri sendiri tanpa Anda sadari. [FI]
1 Samuel 15:22b

“Sesungguhnya mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.” 

Sumber : http://gkysydney.org/renungan-gema-2016/peka-terhadap-dosa.html

Pribadi yang Berkenan Bagi Tuhan

Banyak orang salah duga karena menyangka bahwa melayani Tuhan pasti membuat Tuhan berkenan terhadap diri kita. Padahal, Tuhan lebih berkenan pada pribadi kita, bukan
pada pelayanan kita. Pribadi Samuel membuat ia disukai Allah (2:26). Samuel hidup pada zaman saat penglihatan dan nubuat jarang terjadi di Israel, sehingga ia belum peka terhadap suara Tuhan dan menyangka panggilan Tuhan sebagai suara Imam Eli. Panggilan Tuhan terhadap Samuel kontras dengan apa yang dialami Imam Eli dan keluarganya. Di satu sisi, Allah berkenan atas Samuel yang masih muda. Di sisi lain, Allah murka terha- dap Imam Eli dan keluarganya. Ironisnya, setelah diberitahu Imam Eli bahwa yang memanggilnya adalah Tuhan, justru r- man Tuhan berisi nubuat penghukuman bagi keluarga Imam Eli yang berdosa di hadapan Tuhan. Terhadap berita penghukuman itu, Imam Eli bersikap pasrah, “Dia TUHAN, biarlah diperbuat- Nya apa yang dipandang-Nya baik” (3:18).
Sangat disayangkan jika seorang yang setiap hari melayani di rumah Tuhan justru dihukum Tuhan karena membiarkan dosa anak-anaknya dan tidak memarahi mereka (3:13). Tuhan tidak mau hamba-hamba-Nya meremehkan dosa. Sementara Imam Eli menerima konsekuensi dosanya, Samuel justru tum- buh menjadi pribadi yang berkenan dan disertai Tuhan. Mem- biarkan dan meremehkan dosa adalah kekejian serius di mata Tuhan. Banyak orang Kristen yang sering mengabaikan dan meremehkan dosa. Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa imam yang melayani pun dihukum Tuhan karena meremehkan dosa. Tuhan serius saat berurusan dengan dosa. Jadilah pribadi yang berkenan kepada Tuhan dengan membangun kepekaan terhadap godaan dosa dalam hidup Anda. [FI]

1 Samuel 3:19

“Dan Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satu pun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur.”

Sumber : http://gkysydney.org/renungan-gema-2016/siapa-yang-dursila.html

Popular Posts

Like us on Facebook